Terlebih membicarakan pengkotak-kotaan pandangan islam
seperti, fundamnetal, radikal, moderat,
progresif, liberal,dll, kadang dalam satu sisi dari hasil diskusi itu,
adanya katagori gerakan dapat mempermudah dan di jadikan alat klarifikasi
pandangan dan ritual keagamaan yang
di jalankan oleh individu maupun kelompok,
disisi lain kadang tak jarang terjadi saling salah menyalah-nyalahkan
terutama di bidang ibadah, namun hal itu secara sosio kultural dan dalam
sosiologi, (in group) dan (out grop) hal itu dapat melahirkan kelompok-kelompok
baru, baik bila persaingannya di bidang ilmu penegtahuan dan dinamis, namun
tapi jika itu hanya bersifat idiologis saja dan hanya ibadah buta maka akan
dapat berpotensi memicu konflik salaing menyalahkan berujung dan juga dapat
perpotensi menjai konflik, secara fisik
karna hanya di dasarkan pada keyainan juga berpeluang menjadi perpecahan
umat,
Maka dari pada itu Mahasisawa nantinya sebagai
katalisator pembangunan bangsa dan terutama di segla aspek yang menggantikan
generasi tua kelak, haruslah sadar benih atau potensi-potensi sebagai inti
masyarakat yang mempunyai kapasitas keilmuan lebih, selayaknya mampu melihat
potensi konflik seagama maupun antar seagama, dan menjadi jembatan atau titik
temu perbedaan kemudian bisa satu jalan kembali, walaupun dengan cara dan
metode yang berbeda tanpa lepas dari identitas islam sesungguhnya, dan nantinya
tidak menjadikan umat sendiri bingung terombang-ambing, pengertian lainya yakni
sebuah sarana jembatan yang menghubungkan antara mereka secara matrelnya
(akidannya) sama walaupun beberapa secara formilnya atau aplikasinya berbeda
untuk bisa saling bertemu dan bersama-sama mempunyai tujuan sama, jembatan itu
sebenarnya adalah misi kemanusiaan, perdamean, pembebasan, dan menempatkan
islam di sebaik-baik tempat, yaitu di tempat sebenarnya dan di sebaik-baik
posisi.
jika Berhenti dan diam sejenak menengok ke belakang
melihat dan membaca keadan sejrah islam dan nasionalisme indonesia menurut
teori barat yang sangat membahayakan imprialisme Barat adalah gerakan yang
mereka namakan Pan Islamisme. Gerakan inilah yang di nilai oleh penjajah barat
sangat berbahaya menggerakkan gerakan patriotisme ( cinta tanah Air bangsa dan
membela agama islam) telah menular pula ke nusantara Indonesia.
Aktifitasnya
membina kebangkitan kesadaran muslim untuk membina persatuan dan kesatuan untuk
melawan segala bentukm penjajahan barat. Di samping itu pan islamisme menyadarkan
pula para khulfaur rosydin yaitu Abu Bakar Sidiq ra, Umar bin Khotop ra, Usman
bin Affan ra, dan Ali bin Abi Tholib ra,menjadi besar bukan karna potensinya
belaka namun kulafaur Rasidin menjadi besar karna Islam, hanya dengan kembali
ke Islam dan memiliki kembali kejayaan dan peradaban[1]
Jamaludin Al-Afgoni mengingatkan bahwa sikapa imprialisme
barat sangat menghinakan islam, terutama penghinaan terhadap gerakan kembali
solidaritas umat islam. L. Stoddart dalam dunia baru islam menuliskan tentang
peringatan Jamaluddin Al-Afgoni itu sebagai berikut,
Pertama.
Pandangan barat, nasionalisme dan patriotisme sebagi sikap dan nilai pasifserta
sejati hanya di miliki oleh barat. Walaupun ingin membebaskan tanah air, bangsa
dan agama dari penjajah barat tidak dapat di nilai sebagai gerakan
nasionalismedan patriotisme seperti gerakan protestan membebaskan dirinya dari
penjajahan katolikisme,
Kedua, melaluai
berbagai media informasi barat, mereka menghina dan menejek gerakan
nasionalisme dan patriotisme islam dan di nilai sebagai tindak fanatisme,
xenophobia atau sikap anti asing dan teroris.
Ketiga, harga diri
dan kehormatan hanya dimiliki oleh barat. Sedangkan islam tidak memiliki harga
diri dan kehormatan. Melainkan hanya Chauvinisme ( kekacauan)
Keempat
umat islam dari Asia dan afrika di nilai sebgai bangsa yang terbelakng dan
biadab[2]
Catatan : keterblakangan bangsa Asia Afrika yang
terjajah, di rumuskan oleh Ruyard Kippling sebagai half devil and half child (setengah setan setengah anak-anak).
Namun Boeng Karno menolaknya dan di ingatkan bahwa keterbalakngan
bangsa-bangsa AsiaAfrika sebagai dampak dari penindasan penjajah barat.
Islam pembangkit gerakan Nasionalisme di indonesia
memasuki abat ke-20 M antara pada 1900-1039 muncullah beberapa isme yang timbul pada masa kebangkitan
kesadaran nasional indonesia yang di plopori Nasionalisme Islam di ikuti
oleh Isme kotranya :
Pertama, Islamisme
Mempelopori
bangkitnya kesadaran Nasionalisme Islam yaitu Djamiaoel Choir, Al-Irsjad,
Sjarikat Dagang Islam, Sjarikat Islam, Persjarikatan Muhammaijah, persjarikatan
Oelama, Matla’ul Anwar. Nahdlatul Uelama, Nahdhotul Wathan, Persatoen Moeslim
Indonesia dan perstoen Islam.
Kedua
Djawanisme, Tradisionalisme, Kesoendanisme
Boedi
Otomo, Serikat priajaji, Igama Djawa pasoendan, Seloso Kliwon-Taman Siswa[3]
Ketiga
Komunisme
Dngan ide
komunis internasional yaitu Perserikatan Komunist di India (PKI) di ikuti ide
Komunis nasional.
Keempat,
Marhainisme
Perserkatan
Nasional Indonesia (PNI)
Kelima,
Kebangsaan Sekuler
Partai
Indonesia Raja (Parindra)[4]
Menarik jika melihat sejarah islam dan nasionalisme
bangsa Indonesia melihat itu tahapan dan
perkembangan semangat Pan Islamisme dari masa kemasa jiaka di tarik pada
konteks ke kinian pada era globalisasi apakah islam akan bisa tetap eksis dan
mengambil peran strategis untuk hadir dan menjadi terdepan jika di MKCH (Matan
Keyakinan Cita-Cita Hidup) Muhammadyah, yaitu Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah
mendapat karunia Allah SWT berupa tanah
air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan , kemerdekaan , untuk bersama-sama
menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT
“BALDATUNTHOYYIBATUN WA ROBBUN GHOFUR”.
Hal ini menunjukkan khubbul
islam dan perhatianya atas umat yang lainya dan misi pembebasan keluar dari
penindasan mampu menghadirkan semangat patriotisme,dan khubbul waton pandangan Pan
Islamisme ini lahir menjadi spirit Revivlisme
islam, guna mewujudkan hal itu, dan embrio gerakan islam itu masih ada dan
sekarang di bangsa indonesia menjadi salah satu ormas besar (Muhammadyah).
kemudian sejarah penjajahan barat terhadap Negara-negara terutama di dunia islam akankah semangat itu
kita tuangkan, sebagai aksi penolakan prodak barat seluruhnya, ataukah kita
mengambil yang baik dari barat dan membuang yang jelek, ataukah simbol
peradaban kita harus mengikuti barat secara sepenuhnya, untuk mewujudkann
impian besar tersebut,
Kerap sekali merenung dan berfikir antara sejarah masa kini, masa depan
kemudian sepirit Agama kemudian
kontekstualisasi keadaan budaya sekarang, posisi Addin yang di anjurkan untuk di imani, sebenarnya hal
ini mengandung ruh pengubah yang besar, bahwa tilikan dan perjuangan
pembaharuan haruslah utama bersifat Azas Unuiversal gerakan teguh (Dynamic Stabilism) berbanding dengan
golongan modernis yang giat bergerak merubah setiap perkara yang di anggap
bertentangan dengan tuntunan masa kini yang kini di pacu oleh aliran
sekularisasi.
Pemisahan-pemisahan tanpa pemahamann yang kauat dari kudua bidang yaitu
populer sebuah kalimat Agama (Akhirat) dan Dunia (riel/terlihat) tidak dapat
bersatu dan haruslah di pisahkan hal ini menurut penulis sudah lah cukup ketika
islam di lahirkan oleh Allah melalui tangan Nabi Muhammad SAW, membawa sistem
dan nilai yang tak tertandingi pada masa itu kemudian mempunya banyak karya
dalam dunia islam salah satunya adalah Kota madinah, menandingi
perdaban-pradapan pada masa itu, namun melihat hal itu dalam dekade selepas hampir satu gerakan islam priodik
(modernis) sekarang itu memang telah menimbulkan banyak perubahan tapi juga
tidak berdaya memajukan umat setanding dengan barat.
Pergerakan teguh juga berbeda dengan gerkan tradisionalis dan konservatif
yang gigih mempertahankan segala pemikiran dan institusi warisan tanpa
mengambil-kira keperluan perubahan yang sah sehingga menimbulkan kejumudan yang
merugikan, mengembalikan islam pada Islamic
world view untuk meneguhkan kembali pandangan alam Islam yang di sepakati
para leluhur agung sekian lama, serta meneguhkan keyakinan pada struktur dan
dasar Ahlak dan perundangannya dalam menghadapi tantangan-tantangan masa kini
ini dilakukan dengan penuh wibawa keilmuan, tegas berdaya cipta dengan memahami
unsur-unsur kekal (at-Tawabit) dan
berubah (al-muttaghayyirat) dalam
tradisi islam dan dalam tradisi modern, dan berani bertindak sepatutnya
mengikuti drajatnya masing-masing.
Perumpamaan mereka adalah
seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya
Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam
kegelapan, tidak dapat melihat.
Mereka tuli, bisu dan buta,
maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).
atau seperti (orang-orang yang
ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka
menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab
takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.
Hampir-hampir kilat itu
menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka
berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti.
Jika Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan
mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.[5]
Pandangan alam (world view) islam tidaklah di pandang sebuah dualisme,
karna meskipun melibatkan dua unsur, akan tetapi unsur yang satu adalah bebas
dan berdiri sendiri sedangkan unsur yang lain bergantung kepadanya, yang satu
mutlak dan satu nisbi atau realtif, yang satu nyata dan yang lain adalah
manifestasi dari realitas itu, sehingga hanya ada satu realitas dan kebenaran,
dan semua nilai-nilai islam pada akhirnya hanya berkaitan denganya jadi bagi
muslim, secra individu maupun kolektif, semua usaha kearah perubahan
,pembangunan, kemajauan, telah di tentukan oleh pandangan alam (worrld view)
yang memancarkan realitas tunggal dan menegaskan kebenaran yang sama, dalam
pelaksanaanya umat islam dapat hidup dalam kehidupan mereka selaras dengan
kepercayaan mereka tanpa harus mengalami perubahan apapun yang perlu di buat
yang akan menghancurkan keharmonian islam dan diri mereka sendiri[6] Wallohu Allam Bissowab,
[1] Suryanegara. Ahmad Mansur, Api Sejarah, (Bandung. PT Grafindo Media Pertama 2012) hal 252
[2] Boeng Karno, dalam pembelaanya di depan pengadialan
kolonial di bandung, mengingatkan keterblakangan bangsa-bangsa yang terjajah
sebagai dampak penindasan penjajah Barat.
[3] M.C. Ricklefs, 1991.Op.Cit. hlm. 276 menjelaskan tamn
siswa didirikan pada 1922. Menolak Islam pembaharu dan memakai kebudayaan jawa
sebagai dasar filosofis nasional yang baru,
[4] Ibid, Hlm. 287 Menuturkan Pada 1935 partai berbau
Djawa, Persatuan Bangsa Indonesia dan Boedi Utomo membentuk Partai Indonesia
Raja ( Parindra). Bertujuan Kerjasama dengan Belanda Parindra sebgai partai
kaum konservatif atau bersifat sekuler atau anti Islamu
[5]
Al-baqoroh (2)17-20
[6] Naquib
Al-alata, Muhamad,islam dan sekularisme (Institut
pembangunan Islam dan pembangunan insan,Bandung) hal,109-110
By: Yusuf Hamdani Abdi
*Ketua Umum PC IMM Malang periode 2013-2014
Posting Komentar