Dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa
manusia memiliki alat-alat potensial yang harus dikembangkan secara optimal.
Antara lain firman Allah: “Wallahu akhrajakum min buthuni ummahatikum la
ta’lamuna syai’a, wa ja’alalakum as-sam’ wa al-abshar wa al-af’idah la’allakum
tasykurun” (Q.S. an-Nahl: 78). Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut
ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan-penglihatan dan aneka hati, agar kamu bersyukur. Cukup menarik analisis mufassir
terhadap ayat tersebut, bahwa penyebutan alat indra secara berurutan
mencerminkan tahap perkembangan dari
fungsi indera tersebut. Didahulukannya kata
as-sam’ atas al-abshar, adalah
perurutan yang tepat, karena menurut ilmu kedokteran modern bahwa indera
pendengaran berfungsi mendahului indera penglihatan.
Indra pendengaran mulai tumbuh pada
diri anak bayi pada pekan-pekan pertama, sedangkan indera penglihatan baru
bermula pada bulan ketiga dan menjadi sempurna menginjak bulan keenam.
Selanjutnya, al-af’idah atau kemampuan, kecerdasan akal dan mata hati
berfungsi membedakan yang benar dan salah atau yang baik dan buruk, berfungsi
jauh sesudah kedua indera (pendengaran dan penglihatan). Dilihat dari aspek etimologis, kata as-sam’
(pendengaran) dalam bentuk mufrad.
Hal ini mengandung makna bahwa apa yang
didengar selalu saja sama baik oleh seorang maupun banyak orang dan dari arah
mana pun datangnya suara. Berbeda halnya dengan kata al-abshar dan al-af’idah dalam bentuk jamak. Ini mengandung
makna bahwa posisi tempat berpijak dan arah
pandang seseorang bisa melahirkan perbedaan hasil pandangan. Demikian pula, hasil kerja kemampuan atau
kecerdasan akal dan hati.
Hati manusia sekali senang sekali susah,
sekali benci dan sekali rindu, tingkat-tingkatnya punberbeda-beda walaupun
obyek yang dibenci dan dirindui sama. hasil penalaran akal pun berbeda, boleh
jadi ada yang sangat cepat dan tepat, ada pula yang merupakan kesalahan fatal.
Alat-alat potensial itu ada yang hanya bisa menangkap obyek-obyek yang bersifat
material, seperti pendengaran (as-sam’) dan penglihatan (al-bashar), dan ada
pula yang bisa menangkap obyek-obyek immaterial, yaitu al-af’idah (kemampuan atau
kecerdasan akal pikiran dan hati atau qalbu).
Salah satu pertanyaan mendasar yang
merupakan intidari pandangan hidup seseorang yang akan menentukan sikap
hidupnya adalah “apa yang akan diperbuat oleh seseorang dengan potensi-potensi
dirinya tersebut?”. Dalam Q.S. at-Tahrim ayat 6, dinyatakan bahwa manusia
beriman hendaknya menjaga, memelihara, memperbaiki dan meningkatkan kualitas
diri (potensi-potensi dan berbagai kecerdasannya) dan keluarganya agar tidak
mengalami kesengsaraan hidup (neraka). Menjaga, memelihara, memperbaiki dan
meningkatkan kualita (potensi) diri sendiri ditinjau dari aspek fisik-biologis,
berarti menjaga dan meningkatkan kualitas kesehatan anggota tubuhnya. Atau
secara psikologis sebagai upaya pengembangan IQ, EQ, CQ dan SQ.
Dalam konteks pengkaderan di IMM
(Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, maka kurikulum atau program perkaderan perlu
dirancang dan diarahkan untuk membantu, membimbing, melatih serta mengajar dan
menciptakan suasana agar para kader
dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas dirinya (yang memiliki berbagai
potensi) secara optimal.
Sementara ahli psikologi
menyatakan bahwa manusia memiliki potensi IQ (Intelligent Quotient), EQ (Emotional
Quotient), CQ (Creativity Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient). Pendidikan IQ
menyangkut peningkatan kualitas head
agar peserta didik menjadi orang yang cerdas, pintar dan lain-lain. Pendidikan
EQ menyangkut peningkatan kualitas heart
agar peserta didik menjadi orang yang berjiwa pesaing, sabar, rendah hati,
menjaga harga diri (self-esteem), berempati, cinta kebaikan, mampu mengendalikan diri atau nafsu (self
control), dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan.
Pendidikan CQ menyangkut peningkatan kualitas
hand agar peserta didik nantinya dapat menjadi
agent of change, mampu membuat inovasi atau menciptakan hal-hal yang
baru. Pendidikan SQ menyangkut peningkatan kualitas honest agar peserta didik menjadi orang yang
beriman dan bertaqwa kepada Allah, berakhlak mulia, bersikap amanah dalam
memegang jabatan dan memiliki sifat sidiq, amanah, tabligh, fathonah, dan
lain-lain. Maka dengan proses proses yang di gambarkan di atas kita sebagai
manusia mempunyai potensi yang luarbiasa dan sangat mahal adanya sehingga tak
heran jika manusia yang bersukur dan menemukannya kebesarnan ciptaan nya dengan
hasil rennungan ilmiah dia mengatakan subhannallah,
untuk itu kita sebagai manuasia yang
membutuhkan orang lain untuksarana menempa pribadi memaksimalkan potensi yang
di anugrahkan sang maha zat meta fisik di barengi dengan jiwa semangat
perbaikan salaing meningatkan satau sama lain, kebutuhan dasar manusia itu berinteraksi
dengan mansia yang lainnya maka tak heran jika mehaluk itu selalau
berkelompok-kelompok dalam menyalurkan kebutuhan darsar mereka,
kebutuhan bersosialisasi terimplementasi
dalam kebutuhan berorganisasi, sesungguhnya dalam konsep ideal dan
melaksanakanya secara maksimal IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) menawarkan
konsep keorganisasian yang membangun kepribadian dan melengkapi, memaksimalkan
kecerdasan manusia yaitu kesadaran kritis yang tidak meninggalkan simpati
berempati kepada sesama manausia yang lainnya, denga jargon “billahi fisaabilil
haq fastabihul khoirot” yang terimplementasikan dalam unggul dalam
intelektulitas dan anggun dalam moralitas, hal itu adalah semangat keilmuan
mencerahkan namun masih pada tahap normative, sehingga perlu di
kontektualisasikan dan dijadikan menjadi sebuah prodak dan aplikasi dari sebuah
prodak tersebut yang biasa ditangkap di gunakan dan dirasakan perubahan efeknya
baik itu matreil ataupun non materiil.
+ komentar + 1 komentar
https://drive.google.com/folderview?id=1mTBCqgLnho1gUizsLnAwY8yJuFNJltc_
Posting Komentar