![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjw9wCHfjRJ-iXmHAS2lO5dr5gfNOV6ES9jyvCXmBDL1SaDliOWHmuQDcEj5M5pKO13iYvA-acWPAMc-zJBCkshDKAsVU0qiOwKYs2HRDF1VVTemXjghvU9_Qh5WOfLcB75f66y9QsiuHo/s1600/1653534_765313260147660_1019938459_n.jpg)
Tempat yang kudatangi dan kunikmati
malam ini sungguh luar biasa ramai, serta menawarkan banyak pilihan
kesenangan. Tapi aku perlahan mulai memilih tuk menepi, dan menatap semua itu.
Tersenyum dan tertawa sendirian, tapi aku pun juga telah bahagia.
Tertangkap oleh mataku sesosok yang tak berubah, ekspresi riang itu
seakan menebar ke sekelilingnya, seperti ku yang tak sadar juga terbawa aura
sosok itu. Sesekali terdengar gelak tawa anak-anak, remaja, dan orang tua.
Terhipnotis oleh sesosok makhluk yang selalu membawa kebahagiaan. Menerbitkan
senyum dan menenggelamkan kesedihan. Apakah ia malaikat yang dikirim Tuhan untuk
menghibur orang-orang yang sedih? Ataukah ia hanyalah orang baik yang ingin
berbagi kebagiaannya dengan orang-orang di sekitarnya? Ah,,,
entahlah, aku tak tahu pasti.
Kerumunan anak-anak mulai menyerbu sosok si empunya kebahagaian. Dari
sisi sebelah kanan berlarian anak-anak dengan wajah polos usai meninggalkan
bola-bola yang memandikannya. Dari sebelah kiri anak-anak berebut menuruni
permainan seluncuran, tak peduli mereka harus terjungkal, karena seluncuran
terlalu curam. Si penjual balon mulai berteriak-teriak ketika pembelinya kabur
meninggalkannya bersama dagangannya. Tabrak kanan kiri, terjatuh, dan suara
menggeretu bercampur jadi satu. Hanya untuk berebut tempat paling depan, supaya
tampak jelas.
“Hahahaha…” gelak tawa mereka mulai terdengar dari tempat ini. Mulai
dari anak kecil, sampai ibu-ibu dan bapak-bapak yang menemani anak-anak mereka.
Ah… memang, dunia itu menawarkan banyak kebahagiaan, seperti saat ini, hanya
kita saja mau atau tidak menjemputnya.
Ingin ku ciptakan alat pengukur serta pendeteksi kebahagiaan, supaya
bisa mendeteksi kadar dan tempat kebahagiaan, mana tempat yang memiliki kadar tinggi
dan mana yang rendah, agar aku bisa ke sana, hahahaha, betapa bahagianya.
Ah… itu hanyalah pengandaian, sejatinya kebahagian itu tidak ada
sumbernya. Kebahagian bukanlah tambang minyak, yang terus menerus digali tapi
ia bisa habis. Kebahagiaan tidak seperti itu. Kebahagian adalah kebahagiaan itu
sendiri, tercipta oleh suasana hati. Tapi mengapa sosok itu selalu bahagia?
Dari tempat ku duduk ini ingin sekali aku berteriak, menanyakan
sesuatu yang selama ini ada di hatiku.
“woi… kenapa engkau selalu tersenyum?”
“kenapa semua orang menyukaimu?”
“kenapa semua orang berduyun-duyun datang kepadamu?”
“tidak pernahkah engkau bersedih?”
Orang-orang yang berada di kerumunan itu menoleh kepadaku. Memandangku
dengan tatapan yang tajam, seolah mereka munuduhku merusak kebahagiaan mereka. Mengganggu
kesenangan mereka. Tapi tatapan itu akhirnya menghilang, beralih memandangi
sosok si empunya kebahagian.
“hahaha…hahaha…hahaaa…” suara yang sama tapi selalu muncul dalam
hitungan detik. Suara yang menurutku egois, tapi tak tahu mereka memaknainya
apa.
Kembali ke pertanyaanku semula. Sebenarnya siapakah dia? Apakah dia
adalah manusia sepertiku? Tapi dalam pelajaran agama yang pernah aku ikuti
waktu sekolah dulu, guruku bilang bahwa Tuhan tidak menciptakan sesuatu yang
sama, tetapi Ia menciptakan sesuatu yang berbeda untuk hidup berdampingan.
Seperti Ia menciptakan air dan api, muda dan tua, besar dan kecil. Tentunya
Tuhan juga menciptakan kebahagian dan kesedihan. Tapi mengapa ia hanya
mempunyai kebahagian? Atau kebahagian yang ia miliki hanyalah semu, bulsyit,
alias bohong besar.
Kalau bisa digambarkan, mungkin di dalam otak ku sekarang ini penuh
dengan tanda tanya. Tanda tanya yang terus berputar-putar menagih sebuah
jawaban. Dan aku tak tahu jawaban itu.
Aku sudah lama terdiam duduk di bawah pohon yang rindang ini.
Kerumunan yang ada di depan mataku kini pelan-pelan mulai lenyap satu persatu.
Hingga akhirnya yang kutunggu telah tiba. Aku bermaksud mengikuti sosok
tersebut. Dengan penuh rasa penasaran kuayunkan kakiku membuntuti sosok
tersebut. Apakah ia akan menghilang di ujung gang yang gelap itu? Gang yang
katanya orang-orang sering memakan tumbal. Gang yang selalu tertutup kabut.
Gang yang selalu saja terdengar lolongan anjing setiap malam tiba. Tapi aku tak
peduli, kata orang-orang. Itu hanya “katanya”, tak bisa menghalangiku untuk
mengetahui siapa sebenarnya dia.
Kakiku terus melangkah menyusuri
jalan-jalan tikus dengan bau got seperti minyak wangi. Sambil terus ku amati jejak
kaki sosok itu, terus perlahan hingga jalan terus semakin lama semakin sempit
dan kotor. Tak terbayangkan keadaan gang ini jika hari sedang menampakkan
sinarnya, ku yakin pasti semakin ramai dan kotor. Berjalan di lorong sempit
sambil mengikuti sosok itu di tengah gelap malam dan bau tak sedap, sungguh tak
nyaman.
Hampir sampai di ujung gang, tiba-tiba sosok tersebut
berhenti, aku segera saja melompat di balik tumpukan kardus dan ember-ember
bekas, ternyata ia membuka pintu, dan masuk. Tapi menurutku itu tak layak
disebut pintu, ia hanya rangkaian kayu dan sedikit tertutup kardus. Kudekati
gubuk itu, dan terdengar dari sayup-sayup dari tempatku berdiri, keluarga itu
terdengar tertawa-tawa riang. Ah, bahagia itu sederhana. Esok, ku berniat tuk
mengikutinya mencari kebahagiaan, atau membahagiakan orang-orang yang mencari
kebahagiaan. Dan esok pasti kutemukan kostum badut yang sangat lucu.
SEKIAN
Oleh: Agregat Illah N.Y (Bandahara Umum PC IMM Malang)
Posting Komentar