Assalamualikum, Selamat Datang. Salam Ukhuwah



Bahagia, katanya

Rabu, 14 Mei 20140 komentar

Tidak selalu ada suasana yang sama dalam dua tempat yang berbeda. Tapi, suasana yang berbeda itu bisa ditemukan dalam tempat yang sama. Seperti hujan yang tidak akan muncul ketika matahari terik. Tapi adakalanya mereka muncul bersamaan. Saling berbagi, tapi mungkin saja mereka ingkar. Seperti malam ini, rembulan muncul bersama kelam di antara riuh gelak tawa, teriakan gembira, cekikikan pasangan muda, eh, tua pun juga.
Tempat yang kudatangi dan kunikmati  malam ini sungguh luar biasa ramai, serta menawarkan banyak pilihan kesenangan. Tapi aku perlahan mulai memilih tuk menepi, dan menatap semua itu. Tersenyum dan tertawa sendirian, tapi aku pun juga telah bahagia.
Tertangkap oleh mataku sesosok yang tak berubah, ekspresi riang itu seakan menebar ke sekelilingnya, seperti ku yang tak sadar juga terbawa aura sosok itu. Sesekali terdengar gelak tawa anak-anak, remaja, dan orang tua. Terhipnotis oleh sesosok makhluk yang selalu membawa kebahagiaan. Menerbitkan senyum dan menenggelamkan kesedihan.  Apakah ia malaikat yang dikirim Tuhan untuk menghibur orang-orang yang sedih? Ataukah ia hanyalah orang baik yang ingin berbagi kebagiaannya dengan orang-orang di sekitarnya? Ah,,, entahlah, aku tak tahu pasti.
Kerumunan anak-anak mulai menyerbu sosok si empunya kebahagaian. Dari sisi sebelah kanan berlarian anak-anak dengan wajah polos usai meninggalkan bola-bola yang memandikannya. Dari sebelah kiri anak-anak berebut menuruni permainan seluncuran, tak peduli mereka harus terjungkal, karena seluncuran terlalu curam. Si penjual balon mulai berteriak-teriak ketika pembelinya kabur meninggalkannya bersama dagangannya. Tabrak kanan kiri, terjatuh, dan suara menggeretu bercampur jadi satu. Hanya untuk berebut tempat paling depan, supaya tampak jelas.
“Hahahaha…” gelak tawa mereka mulai terdengar dari tempat ini. Mulai dari anak kecil, sampai ibu-ibu dan bapak-bapak yang menemani anak-anak mereka. Ah… memang, dunia itu menawarkan banyak kebahagiaan, seperti saat ini, hanya kita saja mau atau tidak menjemputnya.
Ingin ku ciptakan alat pengukur serta pendeteksi kebahagiaan, supaya bisa mendeteksi kadar dan tempat kebahagiaan, mana tempat yang memiliki kadar tinggi dan mana yang rendah, agar aku bisa ke sana, hahahaha, betapa bahagianya.
Ah… itu hanyalah pengandaian, sejatinya kebahagian itu tidak ada sumbernya. Kebahagian bukanlah tambang minyak, yang terus menerus digali tapi ia bisa habis. Kebahagiaan tidak seperti itu. Kebahagian adalah kebahagiaan itu sendiri, tercipta oleh suasana hati. Tapi mengapa sosok itu selalu bahagia?
Dari tempat ku duduk ini ingin sekali aku berteriak, menanyakan sesuatu yang selama ini ada di hatiku.
“woi… kenapa engkau selalu tersenyum?”
“kenapa semua orang menyukaimu?”
“kenapa semua orang berduyun-duyun datang kepadamu?”
“tidak pernahkah engkau bersedih?”
Orang-orang yang berada di kerumunan itu menoleh kepadaku. Memandangku dengan tatapan yang tajam, seolah mereka munuduhku merusak kebahagiaan mereka. Mengganggu kesenangan mereka. Tapi tatapan itu akhirnya menghilang, beralih memandangi sosok si empunya kebahagian.
“hahaha…hahaha…hahaaa…” suara yang sama tapi selalu muncul dalam hitungan detik. Suara yang menurutku egois, tapi tak tahu mereka memaknainya apa.
Kembali ke pertanyaanku semula. Sebenarnya siapakah dia? Apakah dia adalah manusia sepertiku? Tapi dalam pelajaran agama yang pernah aku ikuti waktu sekolah dulu, guruku bilang bahwa Tuhan tidak menciptakan sesuatu yang sama, tetapi Ia menciptakan sesuatu yang berbeda untuk hidup berdampingan. Seperti Ia menciptakan air dan api, muda dan tua, besar dan kecil. Tentunya Tuhan juga menciptakan kebahagian dan kesedihan. Tapi mengapa ia hanya mempunyai kebahagian? Atau kebahagian yang ia miliki hanyalah semu, bulsyit, alias bohong besar.
Kalau bisa digambarkan, mungkin di dalam otak ku sekarang ini penuh dengan tanda tanya. Tanda tanya yang terus berputar-putar menagih sebuah jawaban. Dan aku tak tahu jawaban itu.
Aku sudah lama terdiam duduk di bawah pohon yang rindang ini. Kerumunan yang ada di depan mataku kini pelan-pelan mulai lenyap satu persatu. Hingga akhirnya yang kutunggu telah tiba. Aku bermaksud mengikuti sosok tersebut. Dengan penuh rasa penasaran kuayunkan kakiku membuntuti sosok tersebut. Apakah ia akan menghilang di ujung gang yang gelap itu? Gang yang katanya orang-orang sering memakan tumbal. Gang yang selalu tertutup kabut. Gang yang selalu saja terdengar lolongan anjing setiap malam tiba. Tapi aku tak peduli, kata orang-orang. Itu hanya “katanya”, tak bisa menghalangiku untuk mengetahui siapa sebenarnya dia.
Kakiku terus melangkah menyusuri jalan-jalan tikus dengan bau got seperti minyak wangi. Sambil terus ku amati jejak kaki sosok itu, terus perlahan hingga jalan terus semakin lama semakin sempit dan kotor. Tak terbayangkan keadaan gang ini jika hari sedang menampakkan sinarnya, ku yakin pasti semakin ramai dan kotor. Berjalan di lorong sempit sambil mengikuti sosok itu di tengah gelap malam dan bau tak sedap, sungguh tak nyaman.
Hampir sampai di ujung gang, tiba-tiba sosok tersebut berhenti, aku segera saja melompat di balik tumpukan kardus dan ember-ember bekas, ternyata ia membuka pintu, dan masuk. Tapi menurutku itu tak layak disebut pintu, ia hanya rangkaian kayu dan sedikit tertutup kardus. Kudekati gubuk itu, dan terdengar dari sayup-sayup dari tempatku berdiri, keluarga itu terdengar tertawa-tawa riang. Ah, bahagia itu sederhana. Esok, ku berniat tuk mengikutinya mencari kebahagiaan, atau membahagiakan orang-orang yang mencari kebahagiaan. Dan esok pasti kutemukan kostum badut yang sangat lucu.

 SEKIAN

Oleh: Agregat Illah N.Y (Bandahara Umum PC IMM Malang)
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Segelas Kopi untuk Ikatan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger