Jauh-jauh hari sebelum
pleno diperluas Korkom UIN Malang, sudah terdengar kabar jika ketua selanjutnya
adalah Immawan Farihul Muflihin, mantan ketua IMM Koms. Pelopor. Saya agak
terkejut, itu hanya sekedar isu atau memang sudah ada komunikasi intens?
Pasalnya, dua periode sebelumnya, ketua Korkom IMM UIN diketuai kader pelopor.
Immawan Surya Nur Pradani (2011-2012) dan Immawan Rasikh Adila (2012-2013).
Takutnya terjadi isu tak sedap, karena bagaimanapun juga, IMM di UIN ini ada 3
komisariat ; Pelopor, Reformer dan Revivalis.
Dulu ketika ketua korkom
dua periode dijabat oleh kader Revivalis, sempat ada pembicaraan tak sedap di
belakang. Karena banyak yang menilai jika beberapa kebijakan korkom lebih
menguntungkan Revivalis. Namun permasalahan itu bisa lekas diatasi, meskipun
masih ada beberapa kader yang “grundel” hatinya. Beberapa permasalahan itu
tidak bisa saya sebut di tulisan ini karena bersifat privatif organisatoris.
Tidak etis jika diungkap.
Kali ini, jika ketua
korkom UIN kembali dipimpin kader “Pelopor”, apa tidak apa-apa? Apakah nanti
tidak ada gejolak internal IMM UIN? Saya pun merasa gelisah dengan hal ini.
Meskipun saya pribadi tidak mempermasalahkan kredibilitas Mas Farih, karena dia
merupakan salah satu kader terbaik “Pelopor”, mantan ketua Umum dan kapasitas
Intelektualnya pun tidak diragukan. Hanya saja, kita belum mengetahu perspektif
dari dua komisariat lainnya ; Reformer dan Revivalis.
Waktu pemilihan ketua
Korkom di Andika Cafe sigura-gura, saya ingin menyampaikan hal ini. tapi belum
sempat saya utarakan, jawaban itu justru muncul dari kader setiap komisariat
yang didelegasikan untuk menjadi pimpinan Korkom. Komisariat Revivalis, melalui
mantan ketumnya Arif Firmansyah, telah bersepakat untuk memilih Mas Farihul
sebagai ketua. Begitu pula Fuad Ahsan, mantan ketua Komisariat Reformer.
Meskipun ada beberapa orang yang mengusulkan Mas Ahsan sebagai ketua korkom.
Tapi suara agaknya telah bulat memilih Mas Farih.
Saya menjadi lega. Tidak
perlu voting untuk menentukan tampuk pimpinan korkom. Sebuah Pemilihan yang
indah. Semua sudah bersepakat, penuh keterbukaan. Saya berbisik pada Mas
Bashir, kabid Organisasi PC IMM Malang ,”Kapan pembentukan Korkom di UMM bisa
berjalan demikian?” Mas Bashir pun hanya tersenyum.
Setelah pembentukan
korkom UIN, dilanjutkan dengan pembentukan Korkom UM dan UB. Keduanya sama, di
UM sudah ada diskusi internal dan bersepakat memilih Mbak Nely Izatul sebagai
ketua. Meskipun Mbak Nely terlihat tidak begitu berambisi, tapi beginilah
seharusnya seorang ketua. Ia dipilih, bukan meminta untuk dipilih. Di IMM UB
pun juga demikian, bahkan strukturnya sangat lengkap, mereka juga bersepakat
untuk memilih Mas Hikmawan sebagai ketua. Alhamdulilah, lega sekali rasanya.
PR terberat memang
korkom UMM, cabang harus lebih aktif dalam mengawal pembentukan korkom disana.
Karena memang dinamikanya yang berbeda. komisariatnya begitu banyak dan
atmosfir kampusnya juga berbeda. tapi, kerja keras itu tidak sia-sia. Ketika
Cabang memilih Immawan Baikuni Alsafa sebagai ketua Korkom, beberapa kandidat
lainnya juga menyampaikan kata-kata yang menyejukkan. Tidak terlihat ambisi
yang selama ini diisukan. Di UMM pun kini juga sudah mulai stabil, meskipun ada
riak-riak politik, itu tidak terlalu merisaukan.
Harapannya Korkom UMM
bisa lekas menjadi alat pemersatu bagi sepuluh komisariat. Tidak mudah memang,
apalagi konstelasi kampusnya yang demikian kompetitif. Butuh perjuangan keras.
Jika sepuluh komisariat bersatu, IMM pasti akan menjadi tuan rumah di kampusnya
sendiri. Mungkin terlalu ambisius, tapi hemat saya IMM harus menjadi tuan rumah
karena mereka berada di kampus Muhammadiyah. Ini dalam rangka untuk memelihara
kaderisasi di Muhammadiyah sendiri.
Kembali ke Korkom UIN.
Saya turut bangga dengan prestasi organisasi yang diraih selama ini. Sekaligus
memberikan justifikasi logis jika masa depan Muhammadiyah masih cukup cerah.
IMM yang selama ini dianggap sebagai ortom yang begitu politis, pada faktanya
juga tidak demikian. Dalam memilih pimpinan pun, tidak perlu melakukan
konsolidasi politik ataupun politik transaksional. Semua bisa di musyawarahkan
dalam forum.
Dimulai dari cabang yang
akhirnya memutuskan Mas Yusuf sebagai ketua, hingga pimpinan Korkom. Kesemuanya
tidak ada voting, tidak ada gejolak internal yang berarti. Semuanya berjalan
melalui musyawarah yang khidmat, terarah dan indah. Ketua tidak ada yang
mengajukan diri, semuanya dipilih berdasarkan kesepakatan forum. Sebelumnya,
Almaun Community juga demikian. Dipilihnya Immawan Deni Aditya Susanto sebagai
ketua, meskipun Deni sempat menolak, tapi kepercayaan anggota yang lain menyebabkan
dia tidak bisa menolak.
Termasuk terpilihnya
Immawan Farihul Muflihin, saya sempat berbincang dengan Mas Yusuf dan Mas
Gopar. Keduanya memberikan jawaban yang melegakan hati. Itu berarti ketua
Korkom ini memang dipilih berdasarkan Musyawarah yang matang. Bukan lagi
membahas darimana ia berasal dan kedepan kekhawatiran-kekhawatiran yang saya
tulis diatas mungkin akan sedikit berkurang. Periode yang lalu, sebenarnya
Cabang memilih Immawan Subur (Revivalis) sebagai ketua Korkom, tapi yang
bersangkutan tidak bersedia dan diganti dengan Mas Rasikh (Pelopor). Lagi-lagi
semuanya dipilih berdasarkan Musyawarah. Tidak ada voting.
Pencapaian berarti ini
harus terus ditingkatkan. Selamat beramanah, semoga Dakwah Islam ini semakin
maju dengan kerja keras kita semua. Wallohu’alam
By:
A Fahrizal Aziz
Kabid
Riset dan Pengembangan Keilmuan
Posting Komentar